Namaku
Shafira...
Banyak
yang bilang, aku adalah gadis yang paling beruntung didunia ini. Terlahir
sebagai anak dari keluarga yang mungkin hartanya tidak habis walau delapan
turunan. Secara fisikpun aku tak kalah dengan artis-artis layar lebar. Bahkan
banyak produser yang menawariku untuk jadi model iklan dari salah satu produk
kecantikan yang terkenal, namun langsung ditolak mentah-mentah oleh mama. Menurutnya
pantang anak-anaknya bekerja pada orang lain, toh perusahaan kami saja hanya
orang lain yang mengelolanya dan hanya mengomando dengan telunjuk semua
pekerjaan seketika beres.
Dibanding
mama, papa lebih pendiam tak banyak protes dan memberikan keleluasaan kepada
anaknya untuk menentukan sendiri apa yang kami inginkan. Itulah salah satu alasan
mengapa aku lebih dekat dengannya. Namun, kesibukannya di dunia politik membuat
kami jarang bertemu. Untunglah aku mempunyai kakak yang selalu siap
mendengarkan semua keluhanku...yah dialah kak Danu. Yah walaupun gayanya yang
cuek dan sedikit mewarisi sifat papa yang pendiam tapi dia dapat diandalkan.
Yah setidaknya setelah kepergian kak Tian dua tahun yang lalu, akibat
hepotermia saat mendaki gunung. Aku lebih lebih dekat dengan kak Danu.
Perbedaan kedua pejantan itu sangat mencolok. Misalnya, kak Tian lebih vocal
dan sedikit pembangkang. Stylenya pun tidak jauh beda dengan gaya mahasiswa
pecinta alam pada umumnya, urak-urakan
dan berambut bak putri Rapunzel. Untunglah semua barang yang ia miliki bermerek,
setidaknya ia masih bisa dikenali sebagai kaum berjuis.
08:20 am
“Shafira
!!, ini sudah jam berapa ?”
Mama
menerobos tanpa permisi masuk kekamarku diikuti dua asistent rumah tangga kepercayaannya
yang siap membersihkan kamarku pagi ini. Sementara aku masih terbaring manis
ditempat tidurku.
“mama aku
masih ngantuk ma...lagian ini weekend kan?” protesku dengan posisi mata
terpejam.
“Hari ini
keluarga pak Wijaya akan datang sayang, cepatlah bersiap-siap. Ibu sudah
menyewa make up artis untuk mendandanimu”
Aku
seketika terbangun, sambil mentap kearah mama...
“What??”
“yahh...mereka
ingin sekali menjodohkanmu dengan anak mereka, bukankah kalian adalah teman
sewaktu kecil dan kami rasa kalian sangan cocok” tegas mama sembari kipasnya
terus ia kibas-kibaskan diwajah judesnya.
“ma...itukan
sudah lama banget, saat kami kecil dulu. Saat dia belum ngerti cara lap
ingusnya” gurauku...
“sudahlah
jangan protes...pokoknya dalam waktu 1 jam kamu harus sudah turun kebawah” ujar
mama sembari meninggalkan kamarku dengan penuh kemenangan.
Yah...ini
adalah kali ke dua mama menjodohkanku dengan pilihannya sendiri. Entah apa yang
membuatnya tetap kekeh ingin menjodohkanku dengan anak dari teman sosialitanya,
yah tepatnya...kumpulan cherrybelle bersanggul cetar membahana itu.
Yang
pertama dengan anak pemilik perusahaan batu bara yang tidak lain adalah anak
dari teman bisnisnya. Tampang oke, body apa lagi, mungkin saking sering ngedate
bareng barbel tubuhnya banyak ototnya. Tapi sayangnya gagal karena ketahuan
kalau lelaki yang akan dijodohkan denganku kabur dengan pacarnya keluar negeri
yg tidak lain teman homonya. Walaupun gagal, setidaknya aku sedikit belajar
bahwa cowok yang memiliki fisik yang maco belum tentu menjamin kalau dia gak maci...ehh
maksutnya B**CI. Kedua Rian, anak seorang pengusaha sukses. Dari tampangnya
saja semua orang setuju kalau dia adalah pria yang sangat baik, dan akupun
setuju. Namun ia menolak dengan sopan untuk
dijodohkan denganku. Terlalu sopannya sampai ia mengadakan acara sungkeman
dengan orang tuaku. Ia menolak dijodohkan karena ia merasa masih belum bisa
move on dari pacarnya. Ia masih percaya jika pacarnya yang hilang bersama
pesawat yang ditumpanginya itu belum meninggal. Padahal kejadian itu sudah
hampir satu tahun berlalu. hmmm.... aku sangat iri dengan mereka yang percaya
dengan keajaiban, hal-hal yang melampaui batas logika. Bak pemeran figuran aku hanya
bisa jadi penonton cantik dari perjalanan cinta mereka.
Dan ini
adalah yang ketiga, dan belajar dari sebelum-sebelumnya. Aku merasa ragu kalau
perjodohan ini akan berjalan dengan lancar.
Aku
mebuka tirai jendela sembari menatap kehalaman depan rumah, tampak sudah
berjejer beberapa mobil-mobil mewah depan rumah. Dan beberapa petugas keamanan
yang berpakaian rapih.
“mau
lihat siapa non?” tanya bibi noni sambil tersenyum genit padaku.
“aku
penasaran...sebesar apa bocah tengil itu!”
“kok
tengil non?” tanya bibi Suti tak mau kalah
“sebenarnya
dulu aku tidak begitu suka berteman dengan anak itu. Sudah cengeng...sok steril
lagi. Hmmm aku tidak menyangka kami akan dipertemukan sebagai calon
tunangan....shafira...shafira malang banget nasibmu” ejekku pada diriku
sendiri.
“Tapi
mungkin saja di sekarang sudah cakep non...” tambah bibi noni
“Imposible
bi...”
“HAAA....apa
non sambel?”
“Maksutku
gak mungkin bi’...papanya aja kalau jalan bareng mamanya dikirain majikan dan
sopir. Mana sok panggil mami dady lagi..ichhhh gak banget!!’
“non
bukannya pak Wijaya itu yang hitam pendek itu kan?” tanya bibi Noni penasaran
“iya yang
muka deso rezekinya kota itu loh !”
sahut bi Suti tak mau kalah" Bersambung...
